Disaat mempertahankan hidup harus ada materi, kasih dan kepedulian menjadi barang langka...
By Arda Sitepu - Tuesday, May 03, 2016
Di saat sebagian orang mencari kekayaan yg tak terbatas, prestasi yg luar biasa, jabatan yg tinggi dan banyak target yg harus dicapai. Di satu sisi, seorang Ibu dengan air mata berlinang memeluk anak nya yg terbaring lemah di IGD.
Bayi itu masih berumur 8 bulan, namanya Lamhot Martin Simanjuntak. Hampir semua lengannya terdapat tusukan, bekas suntikan untuk infus.
Tanyaku : "Kak kenapa anak kita?"
Ibu Lamhot : "Sesak nafas tiba-tiba dan demamnya sampai 40°C"
Tanyaku : "Jadi, gimana penanganannya?"
Ibu Lamhot : "Ga bisa apa2, cuma nunggu dokter spesialis masuk hari senin"
Tanyaku : "Dirujuk aja ke Siantar, di sana mungkin ada spesialis anak. Atau langsung ke Medan."
Ibu Lamhot : "Ga ada uang, kami ga punya uang. Memutuskan untuk menginap di RS aja sebenarnya sulit. Apalah yg bisa kami perbuat." (Sambil menangis kejar).
Dalam hatiku apa yg bisa kuperbuat untuk Lamhot dan keluarganya di Sabtu sore ini bertepatan datang ke RS ini utk menjenguk jemaat yg baru melahirkan.
Dengan keberanian dan modal bicara diplomasi menghampiri Dokter Umum.
Tanyaku : "Dokter, tolong dong usahakan bagaimana agar anak ini bisa ditangani secepat mungkin. Atau harus seperti apa dan berapa biaya rujuk ke Siantar/Medan."
Dokter : "Kondisi anak sudah buruk dan dananya cukup MAHAL..... Dan harus didampingi dengan perawat, fasilitas medis lengkap, ambulans dan obat2an selama perjalanan."
Aku langsung terdiam, ya ampun kenapa mesti semua dikaitkan dengan UANG/MAHAL dan teman2nya. Apa dayaku, doaku dlm hati sambil mengingat penggalan lagu sekolah minggu ku dulu : "Ketika Petrus ada di Bait Allah"
"Emas dan perak tak ada padaku, tapi yg ada kubrikan kepadamu..."
Dengan mengantar anak dan kedua orang tuanya ke ruangan yg ada disudut RS. Tak kuhiraukan lagi Kinata berlari2 di selasar Rumah Sakit bersama Papanya.
Ruangan itu seperti tak ada kehidupan, hanya Lamhot dan Kedua orang tuanya yg akan menginap di ruangan yg seharusnya berisi 8 orang pasien. Melihat bayi 8 bulan yg terengah2 bernafas, tabung oksigen dan selang yg menutupi sebagian wajahnya, air mataku terus berlinang tak tega seandainya aku berada di posisi Ibu Lamhot.
Akhirnya kami pun berdoa bersama, ada 2 keluarga di sana. Keluarga kami dan keluarga Lamhot. Papa Kinata memegang kepala Lamhot, agar mujizat Tuhan terjadi pada anak ini. Dengan agak lega Bapak dan Ibu Lamhot percaya bahwa esok pagi anaknya akan sadar.
Kataku : "Kak sabar, tenang dan terus berdoa. Besok pulang gereja, kami ke RS lagi melihat kondisinya. Besok kita coba upayakan sebisa mungkin agar Lamhot bisa ditangani dengan baik."
Malam itu, aku tak tega keluar dari ruangan, tangan Ibu Lamhot memegang tanganku kuat seolah2 berkata "Jangan pergi dek, temani aku disini." Karena tidak membawa apapun dengan kata lain ga' bawa uang, maka besok kami niatkan untuk memberi semampu kami untuk membantu pembiayaan anak kami ini.
Kinata pun berkata :"Dada dedek...dedek...sambil melambaikan tangan dan kiss bye" Baru kali ini putriku ini semangat sekali melambaikan tangan.
Keesokan harinya, tepat di minggu yg cerah. Seusai Bapak Kinata berkhotbah, tak sabar hatiku ingin ke Rumah Sakit melihat bayi 8 bulan yg sudah kuanggap sebagai anakku. Sampai di sana, di ruangan itu sepi dan senyap...
Aku mulai kuatir dan berlari, semoga rasa cemasku adalah salah. Ku datangi perawat dan menanyakan kondisi anak.
"Maaf bu. Tadi pagi Jam 05.00 WIB Lamhot Martin Simanjuntak sudah MENINĢGAL dan sudah dibawa keluarganya pulang ke rumah."
Tak sempat kutanya pada Ibu Lamhot di mana rumahnya, akhirnya sepanjang perjalanan pulang berderai air mata. Ternyata lambaian tangan Kinata yg penuh semangat seolah mengetahui kalau adiknya itu akan kembali ke Sang Pencipta. Sepanjang perjalanan pulang kupeluk dan kuciumi Kinata, hampir setiap menit kudoakan putri ku khususnya utk pertumbuhan dan kesehatannya.
Sungguh Ironi, seorang Ibu memperjuangkan kehidupan anaknya di tengah ketiadaan materi. Disisi lain, banyak orang masih tamak, melakukan kecurangan, korupsi, dll. Semuanya harus diukur dengan Materi/Mahal/Uang, dll dan alhasil anak itu kembali ke Sang Pencipta tanpa penanganan yg baik.
Di mana KASIH??? Dimana rasa peduli??? Apakah seorang Dokter Spesialis tidak bisa menyempatkan diri untuk datang ke RS menyelamatkan sebuah nyawa??? Apakah orang2 yg berada di IGD dengan emas yg hampir menutupi tubuhnya tidak bisa bertanya??? Perlu bantuan apa??? Apakah Dokter Umum, tidak bisa mempertaruhkan sedikit kenyamanannya untuk menyelamatkan anak tsb??? Atau apakah aku sendiri sudah memberikan hal yg terbaik untuk pengalaman ini????
Semoga dunia ini masih indah dengan KASIH DAN KEPEDULIAN. Harapanku semoga bisa bertemu dengan Keluarga Lamhot, bayi 8 bulan yg saat ini sudah bersama Sang Pencipta.
Selamat jalan Nak.... Darimu tante banyak belajar tentang KASIH DAN KEPEDULIAN dan akan terus mengaplikasikan dlm kehidupan agar dapat dicontoh kk Kinata. Terima kasih Nak.
God bless
0 comments
Dear All,
Terima kasih sudah meninggalkan jejak positif di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup. ^_^