Amsal 31: 26-30
Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya.
Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya.
Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia:
Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua.
Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji.
Sebelum menjadi seorang istri, tentunya sebagai wanita punya banyak impian terhadap keluarga baru yang akan dibentuk bersama calon suami. Hal-hal yang indah dan dianggap baik selalu menjadi fokus utama. Tak hanya sampai di situ, harapan seorang calon istri pun keluarga dalam keadaan baik-baik saja saling mengasihi dan melayani tanpa ada perdebatan.
Setelah menempuh dunia pernikahan mungkin sebulan pertama masih terasa aura masa pacaran. Namun selanjutnya di bulan-bulan berikutnya karakter kedua belah pihak mulai terasa. Mulai muncul perdebatan kecil, masalah yang mulai diperhitungkan dan kadang ada rasa kesal yang tidak menentu.
Tak berapa lama, hadir calon anak di dalam kandungan. Hormon mempengaruhi segala emosi dan seolah-olah jadi manusia paling lelah dan butuh perhatian selama mengandung. Setelah melahirkan seorang anak, perjuangan tak cukup sampai di situ muncul berbagai sindrom yang umumnya 'membayangi' seorang Ibu pasca melahirkan seperti baby blues dan sebagainya.
Impian semula yang dibangun dengan indah tiba-tiba definisi keluarga yang dibayangkan dulu mendadak 'buyar'. Bagaimana tidak? Semula masih bisa berdandan, menggunakan pakaian yang bisa dipandang indah berubah menjadi wanita layaknya 'zombie' yang waktu tidur pun sudah disita oleh makhluk kecil yang menggemaskan.
Di samping itu, fokus perhatian teralih kepada sang anak. Di sisi lain, suami selalu menuntut untuk diperhatikan, dibantu dalam setiap persiapan kegiatannya. Kadang tanpa melihat kondisi sang istri yang begitu kelelahan. Kelelahan di sini bukan berarti secara fisik, tapi kelelahan tidak siap menerima banyak perubahan yang tidak sesuai dengan impian.
Bayangkan seorang 'Princess' yang berharap dapat memakai sepatu kaca serta gaun yang indah tapi tidak dapat digunakan karena memang sudah tidak ada kesempatan itu lagi. Mungkin nanti anak-anak sudah besar atau entah kapan pun waktu itu datang.
Nah, masalahnya apakah seorang wanita akan terus seperti ini sampai anaknya dewasa? Atau sampai suaminya menjadi tua dan tanpa melihat kebahagiaan sang istri. Terdapat kalimat bijak "Jika ingin melihat keluarga bahagia, maka terlebih dahulu yang berbahagia adalah Ibu."
Mau tidak mau, memang diperlukan kesempatan bahwa seorang Ibu harus bahagia setiap hari agar dapat bijak dan bahagia dalam menjalani tugas dan tanggung jawab hari lepas hari. Permasalahannya adalah sudahkah Ibu bahagia???
Kali ini, kita melihat tentang Amsal yang bercerita bagaimana seorang Istri yang cakap dan mampu dikagumi oleh seisi rumah. Setelah membaca kitab Amsal ini saya tertegun, apakah selama ini, saya sudah menjadi Istri yang cakap.
Ayat 26 : Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya.
Terlebih ibu yang hanya khusus sebagai Ibu Rumah Tangga, penelitian berkata bahwa tingkat stres lebih tinggi dibanding Ibu yang bekerja di kantor. Maka tak aneh, banyak Ibu selalu bersungut-sungut menjalankan perannya sebagai Ibu.
Dalam ayat ini, sebagai wanita atau Ibu kita diminta untuk menjaga, mengendalikan kata-kata pedas atau bahasa yang tidak baik didengarkan anak dan suami. Terlebih anak yang memang pada masa pertumbuhan.
Memang cukup sulit melakukan hal ini, tapi jika terbiasa akan menjadi mudah. Hadapi tantangan keluarga apakah anak maupun suami dengan senyuman maka secara tidak langsung kita dapat mengontrol kembali emosi.
Ayat 27 : Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya.
Nah, ayat kali ini berbicara soal kemalasan. Tak jarang dengan berbagai sosial media yang selalu menghampiri kita membuat kita sedikit malas dengan berbagai pekerjaan. Sebagai contoh, tadi pagi berniat untuk menggosok atau menyuci. Ternyata di WAG (WhatsApp Grup) membahas tentang baju terbaru atau teman yang berangkat ke Luar Negeri dan mem-posting berbagai baju yang akan di Jastip (Jasa Titip).
Seharian 'mantengin' handphone sehingga kegiatan untuk masak dan menyuci menjadi batal. Mau tidak mau banyak pekerjaan yang terbengkalai. Kalau sudah seperti ini maka, kemalasan akan muncul dan pekerjaan akan menumpuk.
Amsal mengingatkan bahwa kemalasan bukan bagian dari Istri yang cakap dan bijak. Jadi, usahakanlah untuk selalu rajin terutama dalam menyiapkan berbagai kebutuhan keluarga.
Ayat 28: Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia:
Anak-anak bahagia dan suami memuji didapat dari Istri yang bahagia melakukan apapun. Alhasil, terlihat ketika melakukan pekerjaan rumah tangga dengan bahagia dan hati yang tulus maka seisi rumah akan bahagia dan merasakan ketulusan seorang Ibu.
Sebaliknya, jika kerjaan seorang Ibu di rumah hanya bersungut-sungut setiap hari maka seisi rumah pun akan 'kacau' bahkan tak jarang anak-anak dan suami meninggalkan rumah untuk mencari kebahagiaan di luar rumah.
Ayat 29: Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua.
Sebagai wanita, Istri dan Ibu tentunya ayat ini jadi penyemangat di saat suami begitu bangga memilih kita menjadi patner di dalam rumah tangga. Tentunya tak semua orang dapat dipuji dengan ketulusan seperti ini.
Memang tujuannya bukan hanya untuk dipuji tapi lebih kepada rasa tanggung jawab dan rasa syukur kepada Tuhan atas keluarga yang diberikan kepada kita. Keluarga adalah hadiah yang tidak terkira.
Oleh karena itu, mari semakin bergiat untuk menjadi Istri yang terdepan yang mau melayani dengan ketulusan bagi keluarga tercinta. Mungkin tak hanya manusia yang memuji bahkan Sang Pemilik kehidupan juga akan menyanjung kita.
Ayat 30: Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji.
Cantik itu perlu, life style itu perlu namun tidak menjadi patokan atau prioritas kita sebagai wanita. Banyak hal yang menjadi utama, seperti perhatian kepada keluarga, rasa cinta yang mendalam kepada keluarga.
Nah, akhirnya adalah tetap menjadi pengikut Tuhan yang setia dan melakukan apa yang diinginkanNya dalam hidup kita sebagai Istri. Melalui ayat ini sangat jelas bahwa Istri yang takut akan Tuhan akan dipuji.
Oleh karena itu, untuk semua Istri atau Ibu di manapun berada terlebih dahulu buatlah diri kita bahagia agar mampu membahagiakan dan menjadi bijak bagi keluarga tercinta. Mungkin, rasanya sulit untuk membangun kebahagiaan di tengah tekanan yang begitu berat. Cara jitu untuk membangun kebahagiaan itu adalah:
1. Berdamai dengan masa lalu.
Jika masa lalu tidak terlalu baik, apakah 'broken home', tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tua, atau apapun itu berdamailah. Minta kepada Tuhan untuk mengobati akar pahit dan luka lama yang sudah 'membusuk' di dalam hati.
2. Lakukan sekarang bukan besok.
Banyak orang menunda kebahagiaan dengan berbagai alasan. Tapi tetap lakukan sekarang bukan besok. Apa yang membuat dirimu bahagia, lakukanlah dengan sikap yang positif.
3. Sharing pada suami dan anak-anak.
Mungkin keluarga tidak mengetahui kondisi secara jelas, mari mulai terbuka kepada keluarga terkhusus suami agar berbagai masalah dapat diselesaikan dan suami mengerti akan tanggung jawab untuk bersama memperbaikinya.
4. Minta tuntunan Tuhan.
Jangan pernah berjalan sendiri. Tuhan yang mengkreasikan kita, Dia lebih mengerti bagaiman diri kita setiap detilnya, oleh karena itu mari belajar untuk menyerahkan diri serta meminta Tuhan untuk menuntun.
5. Keluarga adalah masa depan.
Sebagai Istri atau Ibu, mari menyatakan bahwa keluarga itu adalah masa depan kita. Saat melihat anak-anak tertawa dan suami bahagia itulah yang menjadi tujuan Istri bijak.
Selamat menjadi Ibu bijak dan bahagia....
Siantar, 14 Mei 2019